Kesadaran Lingkungan Perlu Dilaksanakan Sebelum Ibadah Haji atau Umrah

AdvertisementAds Sharp

SUARATERKINI, Jakarta – Perjalanan ibadah haji dan umrah ke Tanah Suci dengan tantangan perubahan iklim ekstrim bumi yang semakin memanas memerlukan respon dan tanggungjawab semua umat manusia termasuk umat muslim di Indonesia.

Aktivis Lingkungan dan Dosen Pascasarjana Universitas Nasional Fachruddin Mangunwijaya mengatakan bahwa aksi berkelanjutan ini perlu terus dilakukan agar perubahan cuaca ekstrim ini tidak memburuk. Menurutnya, sebagaimana penelitian, iklim lingkungan ditakutkan terus naik dua derajat per tahunnya. Bila perubahan iklim itu terus terjadi maka 20 tahun lagi panas di saat ibadah haji dan umroh akan mencapai 70 derajat Celcius.

“Semua negara berjanji memenuhi target penurunan emisi termasuk di Indonesia. Emisi dari batubara dan pembakaran energi di bumi itu terangkut di atmosfer sehingga banyak panas matahari yang terperangkap. Kalau sampai di kondisi itu, kita tak akan mampu bertahan di luar. Rombongan jamaah haji tak akan bertahan di luar,” ujarnya dalam diskusi bertema Menjadi Haji yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan di One Hotel, Jakarta, Selasa (27/6).

Setiap pihak harus memperbaiki langkahnya mendorong penurunan emisi segera.

“Kalau tidak lansia tak akan kuat lagi mendatang untuk menjalani ibadah jamaah haji,” paparnya.

Menurutnya, Islam sangat dekat dengan alam karena Nabi Muhammad SAW saat mendapatkan wahyu berada di gua Hira. Menatap bintang sebagai bukti kekuasaan Tuhan.

“Kita juga dekat dengan alam lewat wudhu menggunakan air,” kata Fachruddin.

Setiap umat manusia perlu mengubah gaya hidup dan perilakunya agar sederhana.

“Sebagaimana kondisi kita di saat mulai tawaf mengenakan kain Ikhram yang apa adanya tanpa memandang pangkat dan jabatan. Semua manusia harus merenungkan hal ini,” ucapnya.

BACA JUGA:  XL Axiata Sponsori Jaringan Internet pada Lomba Lari Marathon di Pontianak

Fachruddin mengatakan kebutuhan air untuk berbagai keperluan di Saudi Arabia itu merupakan usaha salinasi dari air laut.

“Seperempat pendapatan mereka digunakan untuk air bersih. Sangat mahal sekali. Air disalinasi kan juga menggunakan bahan bakar karbon karena pakai minyak. Jadi ibarat setiap karbon kita harus menggantikannya dengan menanam pohon.

“Banyak tips yang perlu dilakukan. Selama ini saya dekat dengan 36 ribu pesantren dan melakukan penghematan energi dengan panel surya. Banyak tips dan hal yang dapat dilakukan untuk penghematan energi ini,” ujarnya.

Selain Fachruddin, pembicara lain yang diundang adalah Anggota Dewan Kehormatan Himpuh (Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji) HB Tamam Ali, Peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta, Figur Publik yang juga Miss Eco Indonesia Intan Wismi Permatasari dan Public Engagement & Actions Manager Greenpeace Indonesia Khalisah Khalid.

Peneliti Pusat Pengkajian Islam & Masyarakat UIN Jakarta Dadi Darmadi mengatakan bahwa telah banyak kesaksian dari jamaah yang naik haji dan umroh dan telah direfleksikan terkait umat dan agama. Dia menyitir pendapat seorang sastrawan Haji Danarto yang menulis buku “Orang Jawa Naik Haji” pada tahun 1982 saat melakukan ibadah yang luhur itu namun masih banyak yang membuang sampah di saat ibadah haji.

“Bahkan sampai 2018, Arab Audi sampai menghabiskan 300 juta dolar untuk kebersihan Makkah dan Madinah. Di tahun 2020 saja mencapai 120 ribu ton. Jadi prinsip hidup sederhana. Bagaimana kita pergi umroh tetap tidak menyisakan porsi makanan banyak sekali. Kalau tak habis dibuang ini menyisakan aktivitas kebersihan lingkungan sesuai ibadah haji dan lingkungan,” kata Dadi.

BACA JUGA:  DPRD Beltim Minta Dishub Wujudkan Program Beltim Terang Benderang

Sebagaimana perjalanan ibadah haji, semua orang mengenakan ikhram karena semua orang sama tak lagi dipandang pakai apa kecuali semua mengenakan kain warna putih.

“Kesederhanaan. Mengelola sampah, sebagaiman ajaran jangan sampai makanan kita mubazir dan jangan berlebihan, izraf dan tafzir. Orang pemenuhan kewajiban lupa makna simbolik dan hal seperti itu,” ujar Dadi lagi.

Dia juga mengatakan bahwa tema menjaga kebersihan dan lingkungan sebagai tema yang sebaiknya disampaikan di saat Manasik Haji. Ini penting karena merupakan juga bagian dari struktur dan ibadah hajinya.

“Jadi, menurut saya, itu perlu koordinasi tak hanya pemerintah, tiap lembaga yang termasuk rombongan jemaah hajinya. Agar sejak Manasik Haji ini sudah harus tersinergikan. Ibadah juga diperlukan tingkat kesalehan sosial seperti jangan membuang sampah, air jangan boros karena mahal dan langka,” tambahnya.

Anggota Dewan Kehormatan Himpunan Penyelenggaraan Umrah dan Haji (Himpuh) mengatakan gerakan ramah lingkungan dalam proses ibadah haji ini penting karena setelah Mesir dan Pakistan, Indonesia adalah negara terbesar dalam jumlah jamaah hajinya. Dan satu tahun dapat melibatkan 17 ribu jamaah.

“Ini bukan hanya kebanggaan buat kita tapi juga tanggung jawab. Saya usul agar bagaimana Manasik Haji juga dibekali dengan materi untuk menjaga lingkungan. Seluruh umat Islam di dunia itu kan ada di sana. Ada citra profiling umat Islam mewakili sebagai duta termasuk jemaah haji Indonesia. Kalau bicara jumlah penduduk 270 juta, umat Islam di Indonesia yang mencapai 240 juta itu kan sangat strategis untuk dikibarkan setiap komponennya, bukan hanya asosiasi termasuk juga pesantren hingga majelis taklim juga beberapa lembaga pendidikan lainnya yang berhubungan dengan masyarakat hingga di pedesaan. Ada 70 persen jamaah haji kan dari berbagai daerah. Isu tentang lingkungan di kalangan masyarakat perkotaan hingga pedesaan ini perlu dilakukan.

BACA JUGA:  KAHMIPreneur Berharap Perdagangan di Papua Kembali Pulih

“Sikap awareness pentingnya menjaga lingkungan. Islam itu kan ada dua prinsip dasar di antaranya dekat dengan alam,” ungkap dia.

Miss Eco Indonesia Intan Wisni Permatasari mengatakan bahwa tindakan menjaga lingkungan bagi jamaah haji dapat dilakukan dengan tindakan keseharian seperti tidak menggunakan pemakaian plastik sekali pakai.

“Bila itu dilakukan dan diviralkan selama melakukan ibadah haji maka jamaah Indonesia dapat menjadi contoh yang menarik bagi yang lain,” ujarnya.

Seusai para pembicara ini, kemudian digelar Ficus Group Discussion (FGD) yang memberikan kesempatan interaktif dengan para hadirin. Berbagai langkah dan masukan untuk menjaga pelestarian lingkungan ini diungkapkan para peserta dari pengalaman mereka masing-masing. Forum yang diprakarsai oleh Greenpeace Indonesia, Ummah for Earth juga aplikasi Green Hajj Indonesia ini kemudian berkembang menjadi diskusi yang interaktif dan kongkret menyangkut problem dan cara penanganan di tingkat stakeholder dari pemerintah, lembaga terkait hingga masyarakat dan individual. (Rep/Her)